h1

Manusia Adalah Makhluk Manipulatif

Agustus 4, 2009

manusia makhluk manipulatif

Sepertinya judul itu bukan hal yang baru alias rahasia umum. Namun bagaimana jika saya beritahu bahwa kemampuan manipulatif itu tidak kita terapkan pada orang lain, tetapi juga melakukannya pada diri sendiri? Atau lebih tepatnya, kita sering memanipulasi perasaan bahagia dan kepuasan yang kita alami.

Misalnya, secara logika umum dalam teori ekonomi, ketika dihadapkan dengan peningkatan harga, kita akan menurunkan minat dan permintaan. Anda pasti sepenuhnya setuju dengan hal itu. Sejumlah penelitian terbaru membuktikan fenomena sebaliknya.

  • Jika Anda memberitahu bahwa wine (anggur) yang seseorang sedang minum seharga $90, maka ia merasakan anggur itu lebih nikmat dan memuaskan dibandingkan Anda memberitahu anggur yang sama hanya seharga $10.
     
  • Jika Anda memberi seseorang obat sakit kepala senilai $2.50, maka ia bisa meredakan rasa sakit lebih ampuh dibandingkan Anda memberitahu obat yang sama itu hanya senilai 50 sen.
     
  • Jika Anda menjual minuman penambah energi (seperti Kratingdaeng, Lipovitan, dsb) dengan diskon 50%, maka orang yang meminumnya mengalami peningkatan performa jauh lebih sedikit dibandingkan jika dia membeli minuman yang sama dengan harga penuh tanpa diskon.

Kita terbiasa memanipulasi pikiran kita sendiri untuk percaya bahwa jika sebuah barang lebih mahal, indah, menawan, atau populer, maka ia pasti memiliki kegunaan dan efek yang lebih baik atau memuaskan. Padahal seringkali itu tidak selalu berarti demikian.

Masih pada prinsip yang sama dan sedikit diperlebar, kita terbiasa berpikir akan merasa lebih bahagia dan puas jika kita memiliki barang mahal tertentu, bersanding pasangan dengan tingkat kecantikan tertentu, dsb. Itu sebabnya kita memaksakan diri untuk bekerja siang malam demi mengumpulkan uang banyak dan bertahan dalam hubungan romansa yang penuh awan beracun demi tetap memiliki kekasih yang begitu mempesona.

Saya tidak menyatakan sikap-sikap tersebut salah atau buruk, melainkan hanya menyentil kesadaran kita saja. Siapa tahu apa yang Anda baru ketahui hari ini bisa menjelaskan masalah-masalah besar yang menghantui Anda entah semenjak berapa lama yang lalu.

Salam revolusi cinta,

      Lex dePraxis

Solusi Romansa #1 di Indonesia

lex depraxis sebar hitman system

23 komentar

  1. ehm…. kembali lagi kepada mindset masing-masing berarti. Hubungannnya dengan kepuasan bila bersanding dengan pasangan dengan tingkat kecantikan tinggi saya rasa akan sulit dihilangkan, sebab sampai sekarang saya belum menemukan jawaban lebih baik bila kita bersanding dengan orang yang kadar kecantikannya biasa saja, dan ditertawakan oleh lingkungan terdekat. Ada solusi?

    Lex’s Reply: Perlahan-lahan bisa dihilangkan, sobat, minimal dikendalikan agar tidak menggebu-gebu ataupun mengendalikan ambisi Anda. Caranya sederhana saja: silakan perbanyak sahabat wanita yang super vitamin seperti itu, tinggal menunggu waktu, Anda akan lihat dan rasakan sendiri apa yang saya maksud. Kalau tidak salah, sempat saya bahas juga sedikit dalam sesi All About Ngarep.


  2. beeuhh….daleem…:)
    yup tuh, kita juga sering terbiasa dgn mindset dan habit. selain itu juga udah terbiasa mensugesti diri sendiri.
    btw, sekarang di sini ya lex rumah maya lo?
    congratz yak..:)

    Lex’s Reply: Ya, kita sudah begitu terbiasa, sehingga tidak menyadarinya. Sebegitu melekatnya, kadang-kadang kita jadi mengambil keputusan atau pengharapan yang tidak pada tempatnya. Yup, sekarang nongkrongnya di sini, sobat, rajin mampir yah…


  3. Yang mahal ternyata tidak berarti bagus ya. Benda-benda itu sifatnya sementara, hari ini mungkin sangat bagus dan hebat, besok sudah out of date. Ada sesuatu yang lebih pasti yang sering kita abaikan… kematian.

    Lex’s Reply: Wuih, muncul-muncul langsung nusuk dalem.. *tepuk tangan*


  4. good article…
    pikiran dan logika memiliki batasan, manusia hanya bisa memikirkan/berlogika pada 3 hal:
    1. sebab-akibat
    2. Keteraturan
    3. Analogi.

    selain ke tiga hal tersebut, manusia tidak mampu.

    Lex’s Reply: Luar biasa. Baru pertama kali ini dengar, tolong dibantu penjabarannya lebih jauh, atau bisa juga dibalas dalam entri blog Anda sendiri. Saya tunggu yah… *happy karena bakal dapat pembelajaran baru*


  5. Artikel yang bagus..

    Lex’s Reply: Thank you, ditunggu kehadirannya lagi besok pagi.


  6. Hmmm benar sekali tergantung asosiasi kita terhadap sesuatu…tergantung spirit juga..

    Lex’s Reply: Maksudnya tergantung spirit? *siap-siap denger khotbah dalem lagi kayak Husnun di atas.


  7. Itulah yang namanya kepuasan atas pelayanan, kadang kita merasa puas ketika kita membeli sesuatu,bukan pada yg kita beli, tapi pada pelayanannya.. tul gak?

    Lex’s Reply: Yup ada betulnya. Nanti ada penjelasan lain di entri besok-besok, terus hadir absen yah..


  8. Di satu sisi aq sepakat banget dengan mas Lex soal maha-dashyatnya kekuatan pikiran. Tapi masalahnya mas, kita tidak bisa selamanya bisa hidup di alam mindset sendiri. Terkadang kita tetap juga harus mempertimbangkan pikiran dan pendapat orang lain. Karena bagaimanapun, kita manusia biasa yang tak lepas dari adanya rasa butuh akan pengakuan atau eksistensi. Di sini yang sering terbentur antara mindset, ambisi dan realitas….

    Tapi intinya, aq senang banget dengan tulisan-2mu Mr. Lex.. Sangat inspiratif..

    Lex’s Reply: Memang benar. Tetap ada eksistensi di luar sana, problemnya seringkali kita terlalu berfokus apa yang ada di luar, sehingga lupa untuk manajemen apa yang ada di dalam.


  9. malam malam gini bleu datang dan membaca postinganmu
    aku suka postingan mu sahabat
    selamat malam
    salam hangat selalu

    Lex’s Reply: Terima kasih atas kunjungannya!


  10. Wiih…
    Menurut aku nih yaaa…selagi manipulatif itu tak merugikan orang lain…why not? Mungkin saja personal tsb sudah punya segalanya…mo gapain lagi…? Daripada stress…manipulatiflah dia….he…he…he…klo bicara model gitu, kyk org nggak beragama saja yaaa….????

    Lex’s Reply: Oke oke. Pertanyaan iseng: Siapakah yang lebih manipulatif, orang yang beragama atau tidak beragaman? 😉


  11. kalau begitu sebenarnya kita bisa memanipulasi pikiran kita sendiri untuk dapat hidup yang lebih baik ya..

    Lex’s Reply: Tepat sekali, realita itu tidak penting… kita bisa membuatnya sesuai yang kita inginkan.


  12. Blognya dah di link bos di http://yusupman.wordpress.com/tukeran-link/

    Lex’s Reply: Thank you, blog Anda juga sudah di-link. 🙂


  13. mendung belum berarti hujan…

    **ada hubungannya nggak ya?

    Lex’s Reply: Hmmm, entahlah.. :p


    • tidak

      Lex’s Reply: Silakan, :p


  14. Lex, postingannya kok selalu bagus ya… jangan-jangan atas dasar pengalaman loe ya?… tapi tetap ilmiah karena ini kan juga ada dari hasil penelitian orang yang bisa dipertanggungjawabkan.

    Menanggapi postingan yang kemarin:

    1. Terima kasih man, aku jadi terlecut untuk semakin maju lagi.

    2. Sebenarnya aku tidak pekerja keras tapi aku masih berlatih untuk menjadi pekerja keras, karena aku terinspirasi dengan artikel HS dan juga seorang adik kelas yang pekerja keras.

    3. Sebenarnya juga prinsip aku dalam berteman: Aku harus bisa mengambil (atau setidaknya mencontoh) gaya/sisi positif dari dia. Misalnya: aku belajar cara berkomunikasi karena aku berteman dengan orang yang jago komunikasi. Aku belajar bekerja keras karena aku berteman dengan adik kelasku yang pekerja keras.

    4. Aku masih belum puas, dan aku masih membutuhkan sentuhan langsung dari mentor/ahlinya karena aku layak mendapatkan yang terbaik.

    5. Saat ini aku lagi berusaha untuk lulus Apoteker dan mendapatkan pekerjaan di Jawa agar bisa menjumpai HS dan loe man, calon mentor saya di bidang psikologi hehehe…

    Tapi ngomong-ngomong postingan hari ini mengenai manipulasi. Apakah semua manipulasi itu merugikan? Apa ada yang menguntungkan untuk bisa digunakan dalam perkuliahan dan pekerjaan? Soalnya di postingan kali ini seolah-olah mengkonotasikan manipulasi itu negatif.

    Salam Manipulasi,
    Erwin

    Lex’s Reply: Great to hear that. Dan yakin saya mengimplikasikan seperti itu dalam tulisan ini? Coba baca ulang. 😉


  15. […] dan ketertarikan Anda terhadap orang ketiga akan secara otomatis transfer pada diri Anda, ‘memaksa‘ lawan bicara untuk memandang Anda dengan kekaguman dan ketertarikan yang sama. Ukuran proyeksi […]


  16. […] dan ketertarikan Anda terhadap orang ketiga akan secara otomatis transfer pada diri Anda, ‘memaksa‘ lawan bicara untuk memandang Anda dengan kekaguman dan ketertarikan yang sama. Ukuran proyeksi […]


  17. […] pada prakteknya klo basicnya kita adalah seorang pemalu terus kita memanipulasi diri dengan berpura-pura layaknya orang pede. Seperti : ekspresif dihadapan semua orang. Selalu […]


  18. kok beda dengan marketin revolution TDW ya yg katanya dh fix.Kita hrs memberi diskon atau keuntungan lebih agar org membeli.Dgn mberi keuntg lebih org kan merasa bodoh utk tdk membeli.efeknya org yg baca iklannya jdi beli.bgmn nih?

    Lex’s reply: Sama kok, sob. Intinya adalah memberikan kesan KEUNTUNGAN. Kalau dalam buku TDW itu, konsumen diberi kesan UNTUNG lewat diskon. Kalau dalam contoh artikel kali ini, konsumen merasa UNTUNG karena harga mahal yang seolah-olah lebih canggih.


  19. […] akan menemukan apa yang dia perlukan. Kalaupun tidak ada, pikiran kita tidak segan-segan untuk memanipulasi hubungan antar fakta, hingga tercipta sebuah ‘bukti fakta’ yang […]


  20. […] cinta dalam cinta pada pandangan pertama. Itu adalah ilusi hormonal, misrepresentasi sosial, dan manipulasi diri yang terjadi di dalam tubuh kita. Para peneliti di Face Research Laboratory di University of […]


  21. […] yang terbaik untuk merayu, menggoda, atau menghangatkan hubungan percintaan Anda kembali: manipulasikan penampilan fisik Anda (perawakan, pilihan baju, perilaku dan aroma tubuh) sehingga menjadi sangat […]


  22. […] dicerna, semakin orang rajin mencerna dan menyukai Anda. Serta jangan lupa untuk bersenang-senang menguasai kontradiksi yang sulit dikuasai […]



Tinggalkan komentar